Mengenal Museum Multatuli
Museum Multatuli terletak di Jl. Alun-Alun Timur No.8 Rangkasbitung Barat, Kabupaten Lebak - Banten Indonesia. Bekas Kewedanaan Rangkasbitung yang didirikan tahun 1823 kini difungsikan sebagai Museum Multatuli secara administrasi oleh bupati Lebak ibu Iti Octavia Jayabaya pada tanggal 11 Februari 2018. Multatuli sendiri adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker, yang menjadi asisten residensi Lebak dari 21 Januari hingga 29 Maret 1856. Multatuli memiliki arti "Aku telah banyak menderita."
Multatuli menuliskan sebuah karya yang mengguncang dunia dan pesannya menggema secara luas di dunia baik di kalangan cendekiawan dan penulis lain. Karya yang ia tulis berjudul "Max Havelaar", pertentangan eksploitasi dan penindasan kolonial Belanda di Jawa, Multatuli merupakan salah satu pelopor Belanda yang amat menentang sistim kolonialisme yang kejam yang dilakukan oleh bangsanya sendiri. Max Havelaar terbit pertama kali pada tanggal 14 Mei 1860.
Dokumentasi pribadi
Museum ini memliki beberapa bagian. Bagian yang menceritakan sejarah pendirian kabupaten Lebak pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1828, perjuangan organisasi Sarekat Islam melawan penjajah Belanda dan kisah hidup Multatuli. Pada isi buku Max Havelaar, tertulis kalimat, "Aku sangat gembira sudah terpanggil ke Banten Selatan." Walaupun masa kerjanya singkat hanya tiga bulan di Lebak namun Multatuli menunjukkan kepeduliaannya kepada rakyat yang tertindas pada masa kolonialisme Belanda dan menuliskannya menjadi sebuah maha karya.
Di dalam museum Multatuli juga tersimpan surat presiden Soekarno kepada sahabatnya, tulisan tangan yang ditorehkan dalam bahasa Belanda. Buku Max Havelaar yang terpajang di museum dalam bahasa Belanda, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia serta kitab suci agama Islam dan Kristen. Sentuhan teknologi berupa tampilan video perjalanan Multatuli menuju Indonesia terdengar di dalam museum tak ketinggalan jenis rempah-rempah berupa pala, lada dan cengkeh yang diburu penjajah Belanda. Miniatur kapal laut Batavia yang digunakan mengarungi samudera Hindia.
Dokumentasi pribadi
Kalimat pembuka yang pertama kali terbaca ketika memasuki museum ini adalah "Tugas manusia adalah menjadi manusia." Kalimat yang terbaca aneh namun memiliki makna yang teramat dalam. Sudah sepatutnya sebagai manusia, kita memanusiakan manusia bukan menindas (anti kolonialisasi).
Salam literasi,
Dahlia Lidia S
Comments