Sebuah panggilan hidup


Menjadi guru bukan cita citaku sejak kecil, 
Menjadi guru juga bukan mimpiku, 
Menjadi guru juga tak pernah ada di pikiranku...
Menjadi guru juga tak ada menariknya bagiku,
Itulah yang tersirat di benakku mengenai guru 
Namun sebuah panggilan hidup
Tak terlihat oleh mata, ku dengar dan ku alami
Mengubah segalanya...



Inilah ceritaku, sebuah pangggilan hidup menjadi guru

1. Masa SMA, masa pencarian diri

Kenangan di masa SMA yang ku ingat diantaranya adalah guruku dan sampai hari ini aku masih ingat dengan kedua guru mata pelajaranku, bu Ani dan bu Noven. Apa yang membuatku ingat dengan bu Ani, karena guru PKN-ku itu terkenal disiplin dengan anak anak yang tidak taat aturan sekolah apalagi kalau hari Senin, ada siswa yang terlambat upacara bendera, bu Ani tak segan segan menghukum muridnya. Ya, bu Ani terkenal di sekolahku karena kedisplinannya. Kalau bu Noven itu aku mengingatnya karena nilaiku di mata pelajarannya, Ekonomi selalu bagus, tak ada nilai merah. 

Mengingat masa SMA pun, aku tak pernah berniat apalagi berpikir menjadi guru. Ketika itu, ayahku memintaku untuk mengikuti bimbingan belajar mempersiapkan ujian perguruan tinggi negeri, maka ku ambil bimbingan belajar Primagama. Aku mengikuti bimbingan belajarku dengan sungguh sungguh karena aku ingin lulus dan masuk perguruan tinggi negeri. Orangtuaku yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil tak akan mampu membiayai sekolahku di perguruan tinggi swasta belum lagi dengan ketiga adikku yang masih perlu biaya untuk melanjutkan sekolahnya.

Lalu aku mulai berpikir jurusan apa yang ku ambil untuk kuliahku, sampai aku pun berkonsultasi dengan konselor Primagama, beberapa rekomendasi jurusan ditawarkan sesuai dengan minat dan nilaiku, tak ada dalam rekomendasinya pun untuk mengambil sekolah keguruan yang direkomendasikan melanjutkan pendidikan jurusan Kesehatan Masyarakat. Aku tak pernah mengkritisi jurusan Kesehatan Masyarakat tetapi aku melihat jurusan itu baik untuk diambil karena tujuannya menyehatkan masyarakat. Aku pun setuju lantas aku menaruhnya di pilihan pertamaku mengikuti test seleksi penerimaan mahasiswa baru tahun 2003. Lalu aku pun mulai mengatur strategi supaya lulus.

2. Masa kuliah, masa persiapan diri

Aku lulus dan diterima di perguruan tinggi negeri di Medan dengan jurusan Kesehatan Masyarakat, aku sangat bersyukur. Aku menyelesaikan studiku tepat waktu dan memperoleh beasiswa selama 2 semester, itu artinya uang kuliahku gratis. Aku pun masih ingat dengan dosenku, Prof. Sorimuda Sarumpaet, beliau itu tidak senang dengan mahasiswa yang datang terlambat. Kalau ketahuan terlambat, maka harus duduk di muka dan diberikan pertanyaan mata kuliah Epidemiologi sebagai hukuman keterlambatan. Sebuah didikan yang sangat berarti.

Kegiatan kemahasiswaan yang ku ikuti berupa Paduan Suara Mahasiswa dan American corner. Aku senang sekali mengikutinya, di sela sela kesibukanku aku masih memiliki kesempatan bergabung dengan teman teman dari jurusan berbeda di kegiatan Paduan Suara. Aku senang bernyanyi jadi itulah alasanku memilih kegiatan ini. American corner diadakan di ruang bahasa perpustakaan Universitas setiap sore oleh seorang native yang mengajar kami berbahasa Inggris dan aku beruntung mendapatkan kesempatan belajar bahasa Inggris dari seorang native America.

Satu kenangan yang berbekas di ingatanku adalah papaku yang terkena stroke ketika aku hendak menyelesaikan tugas skripsiku. Itulah masa kuliah yang terberat bagiku ketika mengetahui keadaan papa yang sakit stroke namun aku berusaha kuat dan tegar agar mampu menyelesaikan tugas akhirku ini dengan tuntas. Akhirnya aku mampu melewati saat terberat itu dan membawa ijazahku pulang untuk mencari penghidupan di kota asalku.

3. Masa bekerja, masa menentukan

Tamat studi, aku memutuskan untuk pulang ke kota asalku dan mencoba melamar pekerjaan, ternyata bukan hal yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan di kota besar seperti di Jakarta hanya dengan bermodalkan ijazah. Berkali kali mencoba melamar, gagal, dipanggil lagi baik itu yang sejalan dan tidak sejalan dengan ijazah. Itu semua ku jalani. Dan mamaku selalu setia menemaniku ketika aku di panggil untuk mengikuti setiap wawancara kerja.

Pengalamanku pun beraneka ragam pernah mengajar sebagai guru dan pernah bekerja di bidang Kesehatan. Mulai dari pekerjaan di belakang layar, menjelajah nusantara, menulis proposal, pekerjaan di lapangan semua ku lakukan. Pekerjaanku yang paling berkesan ketika menjelajah nusantara, melayani penduduk miskin seperti melayani Tuhan. Bagiku semua pekerjaan itu patut untuk disyukuri entah itu sejalan atau tidak dengan nilai di ijazah kita. Bagiku ijazah juga bukan ukuran sebuah keberhasilan di dunia kerja.

Satu hal yang menjadi rasa cintaku adalah pada diri anak anak. Itu sebabnya aku mengambil pelayanan sebagai guru sekolah minggu setelah aku lulus dan sedang mencari pekerjaan. Dari sinilah muncul sebuah kerinduan untuk melayani sebagai seorang guru. Dalam diri anak anak, aku melihat kepolosan dan kejujuran mereka. Dalam diri anak anak ini, aku menemukan sesuatu. Aku tak langsung meresponinya namun terus menggumulinya dan berdoa.....

Dear God,
Help me to see each of my children as uncut diamond;
needing only enough pressure to knock off the rough edges
so that the brilliance You have placed in each of their hearts will always shine through.
(teacher's prayer)


4. Masa Refleksi, mendengar panggilan hidup dari Tuhan

Aku mulai berefleksi dari semua pengalaman kerjaku. Kalau dahulu orientasiku adalah materi tetapi hari ini materi yang ku dapatkan bukan menjadi sebuah nilai dari sebuah pekerjaan. Kebahagiaan menjadi seorang guru memiliki nilai yang melampaui ukuran materi dan itulah yang ku alami mengikuti sebuah panggilan hidupku menjadi seorang guru. Ketika melihat muridku lulus dan duduk di bangku kelas yang baru, ketika aku sabar mengajarnya mengenal huruf, menyusun kalimat dan paragraf.

Dahulu seorang yang bukan siapa siapa
Kini mendengar dan mengikuti sebuah panggilan hidup

"The calling of the teacher. There is no craft more privileged. To awaken in another human being powers, dreams beyond one's own; to induce in others a love for that which one loves; to make of one's  inward present their future; that is a threefold adventure like no other."
-George Steiner-


5. Mengikuti sebuah panggilan hidup

Mengikuti sebuah panggilan hidup adalah sebuah perjalanan yang memiliki tujuan. Mengikuti sebuah panggilan ketika pertama kali bekerja di sebuah sekolah swasta dengan menandatangani kontrak kerja selama satu tahun ajaran. Dari sinilah perjalanan panggilan hidup itu dimulai. Aku belajar untuk memulai profesionalisme pekerjaan menjadi guru dengan menyiapkan bahan ajar untuk siswa di tingkat SMP. Aku tak segan bertanya kepada rekan kerjaku, pak Ho dan aku sangat terbantu olehnya. Aku dipercaya mengajar mata pelajaran IPA dan memiliki rekan kerja dengan pak Ho dan bu Lia merupakan suatu pengalaman berarti bagiku.

Murid muridku memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap pelajaran IPA. Aku pernah mempraktekkan pelajaran IPA mengenai teknologi pangan melalui  praktek fermentasi ragi dengan membuat donat. Pemeriksaan rhesus dan golongan darah pun ku lakukan di laboratorium dengan bantuan rekan kerjaku. Pelajaran IPA adalah pelajaran yang menyenangkan.

Menjadi guru merupakan panggilan yang menghidupi. Tidak semua orang terpanggil menjadi guru dan tidak semua orang juga mengikuti panggilan hidup itu. Kunci keberhasilan menjadi seorang guru belajar menjadi orang yang sabar. Sabar menghadapi murid yang kurang disiplin mengumpulkan tugas, sabar menghadapi anak yang berbuat tingkah di kelas, sabar mengajar anak yang daya tangkap lambat, dsb. Dan yang paling penting, guru harus bahagia mengerjakan semuanya itu. Guru harus bahagia karena tahu tujuan yang mau dicapainya.

Lalu aku pindah ke sekolah lain sebagai seorang guru di sekolahku saat ini. Aku pun beruntung memiliki rekan kerja dengan Sir Daniel, Sir David dan Sir Erwin. Mereka sangat luar biasa. Sabar dalam menghadapi anak didik dan orangtua murid. Kreatif dalam menyampaikan bahan ajar, terkadang aku suka berkunjung online di kelas mereka dan aku pun belajar dari mereka.

“Collaboration allows us to know more than we are capable of knowing by ourselves.” 
– Paul Solarz-

Demikianlah hingga hari ini, aku terus menghidupi sebuah panggilan. Ketika melihat muridku berhasil, biarlah aku boleh tetap rendah hati dan mengatakan itu semua bukan karena hebatku namun karena anugerahNya dalam hidupku.


Dahlia L. Silitonga


Comments

YON'S Blog said…
Perjalanan panjang ya Bu ...
Perjalanan yang penuh makna
Perjalanan hidup yg penuh makna
betul bu, terima kasih.

Popular posts from this blog

Tematik: Ayo, Membuat Kolase Bebek!

Mimpi Punya Laptop Asus

Amazing animals