Bubur Ketan Hitam
Sepanjang hari ini hujan turun tiada hentinya. Alarm yang dipasang pukul 6.00 tak mengubah diriku untuk beranjak dari tempat tidur. Suasana yang dingin semakin membuatku terlelap dalam tidur. Hingga aku mendengar suara dari keponakanku yang sudah bangun dan ketukkan pintu kamarku. Aku pun terjaga dan sejenak duduk untuk berdoa.
Mamaku juga sudah sibuk di dapur. Setiap pagi, mamaku selalu menyiapkan sarapan untuk keluarga. Sarapan pagi ini berbeda dari biasanya, bubur ketan hitam. Bubur ketan hitam dan ditemani dengan susu coklat yang hangat sangat tepat dinikmati di pagi yang dingin.
Sebelum menikmati bubur ketan hitam yang sudah menanti di atas meja makan, aku pun memberi makan sarapan keponakan kecilku, Nala. Biarlah keponakanku dulu yang sarapan baru kemudian aku menyusul. Hujan pun masih terus berlangsung hingga pukul 9.00.
Selesai sarapan, mama memintaku membeli tomat, cabai, kentang, garam dan labu siam. Hari ini berencana menyambal ikan teri. Aku bergegas pergi ke depan komplek rumah. Ayah sudah membekali ku dengan Rp. 28.000. Aku berusaha mencukupkan membeli dengan sejumlah uang tersebut.
Harga cabai lagi naik, per 1 kg dihargai Rp. 100.000,-, maka wajar membeli eceran jatuhnya pasti lebih mahal. Karena mendesak, mau tak mau dibeli juga. Aku membeli apa yang dibutuhkan secukupnya sesuai dengan sejumlah uang yang diberikan ayahku. Harga-harga kebutuhan seperti cabai, tomat dan tempe sedang merangkak naik. Untunglah uangku cukup.
Ketika hendak membeli tempe, salah seorang tetanggaku bercerita tentang tetangga sebelah yang terkena Covid 19. Sekarang sedang isolasi mandiri di rumah dan dirawat di RS. Covid 19 bukan stigma yang harus ditutup-tutupi tetapi harus diberitahukan supaya kita saling menjaga satu dengan yang lain. Sungguh hari ini banyak mendapatkan pembelajaran berharga.
Salam sehat selalu,
Dahlia L. Siltionga
Comments
Semoga pandemi ini cepat berlalu..
. Mau donk buburnya